Marketing.co.id - Menghadapi perubahan yang begitu cepat, merek dituntut semakin kreatif. Pertanyaannya, sejauh mana kita bisa berkreasi dan menjadi kreatif? Apakah langit adalah batasnya atau adakah rambu-rambu yang perlu diperhatikan oleh para pengelola merek?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Indonesia Brand Summit 2013 mengundang Fredrik Härén—penulis buku The Idea Book sekaligus pembicara di berbagai seminar di seluruh dunia—hadir sebagai pembicara. Ia bicara seputar creative business.
Berikut ini wawancara Majalah MARKETING dengan Fredrik Härén seputar kreativitas dan branding.
Sejauh apa kreativitas bisa dilakukan?
Kesalahan yang sering dilakukan banyak orang adalah mereka berpikir bahwa kreativitas berarti membuat sesuatu yang sama sekali baru dan berbeda. Ya, jika Anda adalah seorang ilmuwan atau seniman. Tapi, jika Anda adalah seorang pengelola merek, kreativitas berarti melakukan apa yang tepat saat ini untuk menarik minat audiens.
Lihat, berapa banyak uang yang dikeluarkan secara sia-sia oleh banyak perusahaan untuk solusi internet selama 20 tahun terakhir. Hal itu terjadi karena mereka terlalu cepat.
Mereka memperkenalkan e-book 15 tahun yang lalu. Hasilnya tidak ada orang yang mau membeli saat itu. Mereka juga membuat website-website besar, tapi tidak ada seorang pun yang menggunakannya. Mereka sangat inovatif, tapi sayangnya terlalu cepat, yang berarti mereka salah saat itu.
Jadi, bagi saya, ketika hal tersebut berkaitan dengan branding, Anda tidak bisa berkreasi tanpa batas. Kalau Anda ingin melakukan hal tersebut, jadilah seorang seniman. Jika Anda berada di dunia bisnis, segalanya harus bisa dijual.
Banyak orang berpikir bahwa Apple adalah perusahaan yang sangat inovatif. Padahal, jika Anda melihat lebih dekat apa yang mereka lakukan, sebenarnya hanya perubahan kecil dari yang telah ada sebelumnya. Hanya saja, mereka meluncurkannya pada waktu yang tepat.
Mereka tidak membuat MP3 player. Mereka hanya memperbarui yang sudah ada. Namun, tidak terlalu baru hingga konsumen menjadi ragu membelinya. Itulah sebab kita tidak bisa terlalu cepat dalam mengkreasikan sesuatu.
Bagaimana Anda melihat Indonesia dalam hal kreativitas?
Saya merasa sangat positif mengenai hal tersebut. Filipina dan Indonesia sangat dipandang sebelah mata dalam hal kreativitas. Indonesia adalah negara yang besar. Itu artinya ada kesempatan besar di dalamnya. Kebanyakan orang kreatif yang saya temui selama ini adalah orang Indonesia.
Kalau begitu, mengapa Indonesia dipandang sebelah mata? Apa yang salah dengan merek-merek Indonesia?
Merek tidak dinilai oleh Anda sendiri. Konsumenlah yang menilai. Jadi, ini sama sekali bukan kesalahan merek-merek Indonesia.
Akan lebih baik kita memiliki brand yang buruk, ketimbang produk yang buruk. Amerika memiliki merek yang baik, namun produk yang buruk. Kalian di Indonesia mempunyai produk yang baik, namun tidak terlalu baik dalam hal branding. Hal ini merupakan sesuatu yang baik.
Nanti, ketika orang-orang sadar produk Amerika tidak sebaik itu, mereka akan langsung meninggalkan merek tersebut. Karenanya, saya memilih berada di posisi kalian. Hal ini sungguh bukan kesalahan merek-merek Indonesia. Ini karena orang-orang di Barat mengabaikan Asia dan Indonesia.
Apakah ini karena orang Indonesia cenderung pemalu sehingga brand Indonesia kurang kreatif dan akibatnya menjadi kurang dikenal?
Dibutuhkan rasa percaya diri agar bisa menjadi kreatif. Karena kreativitas adalah berani mengambil arah yang berbeda ketika semua orang bergerak ke satu arah yang sama.
Namun, perlu diingat bahwa orang-orang yang kreatif selalu penuh keraguan. Mereka meragukan diri sendiri. Coba lihat Leonardo Da Vinci. Dia membuat begitu banyak lukisan sebelum akhirnya merasa puas.
Orang-orang kreatif adalah orang-orang yang “confidently doubting”. Orang-orang kreatif sejati adalah orang-orang yang rendah hati. Siapa pemain bola terbaik di dunia saat ini? Lionel Messi. Sebelumnya? David Beckham. Apa kesamaan dari kedua orang tersebut? Rendah hati.
Kalau begitu, apa saran Anda untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia?
Mereka harus menjadi perusahaan-perusahaan saja, bukan perusahaan Indonesia. Sebutlah diri Anda sebagai perusahaan kertas, bukan perusahaan kertas Indonesia. Jika Anda bisa melepaskan diri dari batasan-batasan tersebut, maka Anda akan bisa besar.
Misalnya saja Rovio. Mereka berasal dari Finlandia, pegawai mereka juga orang-orang Finlandia. Tapi, mereka tidak menyebut diri mereka sebagai perusahaan Finlandia. Mereka adalah entertainment company.
Sumber : http://www.marketing.co.id/fredrik-haren-kreativitas-adalah-soal-membuat-sesuatu-yang-tepat-di-waktu-yang-tepat/
No comments:
Post a Comment